Senin, 09 Juni 2014

Upacara Siraman Adat Jawa



MAKNA UPACARA SIRAMAN
DALAM PROSESI PERNIKAHAN ADAT JAWA


Upacara siraman pengantin atau memandikan calon pengantin merupakan salah satu tradisi yang terdapat pada upacara perkawinan adat Jawa. Upacara Siraman dilaksanakan sehari sebelum akad nikah. Upacara ini biasanya dilakukan pada sore hari, menjelang pukul 16.00 agar dapat dilanjutkan dengan upacara malam midodareni. Perlengkapan dalam upacara siraman ini, diantaranya, air bersih dari beberapa sumber mata air (tujuh sumber mata air), kembang setaman (bunga kenanga, kantil, melati dan mawar) yang ditaburkan dalam air, sepasang kelapa muda hijau dan alas duduk. Calon pengantin disirami dengan air perwitasari. Perwita berarti suci, sari berarti bunga. Calon pengantin disirami dengan air suci yang menyatu dengan bunga atau kembang. Orang yang memandikan pengantin biasanya adalah orang yang sudah berkeluarga atau orang yang dituakan. Setelah selesai dibersihkan, pengantin diguyur dengan air yang khusus ditempatkan dalam klenting oleh seorang wanita yang paling tua di situ, kemudian klenting tersebut dibanting sampai pecah sambil mengucapkan "wis pecah pamore" , maksudnya calon pengantin sudah cantik..
Dalam perkawinan adat Jawa perlu diadakan siraman karena perkawinan adalah peristiwa yang suci untuk membangun keluarga selama-lamanya. Oleh karena itu, sebelum perkawinan, calon pengantin perlu bersuci. Suci lahiriah dengan siraman air perwitasari. Secara batiniah ketika siraman, calon pengantin menerima doa, restu, dan nasihat para tetua. Upacara siraman antara pengantin pria dan wanita ada yang dilaksanakan terpisah, tetapi ada yang disatukan.
Upacara siraman mempunyai makna yaitu untuk membersihkan jiwa dan raga. Upacara siraman ini biasanya diadakan di siang atau sore hari, sehari sebelum Ijab dan Panggih. Siraman diadakan di rumah orangtua calon pengantin masing-masing. Siraman biasanya dilakukan di taman atau halaman rumah. Yang memandikan tidak hanya orangtua, tetapi juga keluarga dekat dan orang yang dituakan.  Jumlah orang yang melakukan Siraman itu biasanya tujuh orang. Bahasa Jawa tujuh itu PITU, mereka memberi makna PITULUNGAN (berarti menolong). Ada tujuh pitulungan atau penolong, biasanya tujuh orang yang dianggap baik atau penting yang membantu acara ini. Airnya merupakan campuran dari kembang setaman yang disebut Banyu Perwitosari yang jika memungkinkan diambil dari tujuh mata air dan melambangkan kehidupan. Keluarga pengantin perempuan akan mengirim utusan dengan membawa Banyu Perwitosari ke kediaman keluarga pengantin pria dan menuangkannya di dalam rumah pengantin pria.

Yang harus dipersiapkan dalam upacara Siraman:
1.  Baskom untuk air, biasanya terbuat dari tembaga atau perunggu. Airnya dari sumur atau mata air.
2.  Bunga Setaman, meliputi : bunga mawar, bunga melati, bunga magnolia dan bunga kenanga. Kemudian dicampur dengan air yang beraroma lima warna yang berfungsi seperti sabun.
3.  Tradisional shampoo dan conditioner (abu dari merang, santan, air asam Jawa).
4.  Gayung dari 2 kelapa.
5.  Kursi kecil.
6.  Tikar, kain putih dan daun dlingo bengle , bango tulak (kain dengan 4 macam motif) lurik (motif garis dengan potongan Yuyu Sekandang dan Pula Watu).
7.  Memakai kain putih selama Siraman.
8.  Kain batik dari Grompol dan potongan Nagasari.
9.  Handuk.
10.  Kendi.
11.  Sesaji
Sesajian merupakan hal yang dianggap penting dalam upacara Jawa. Sesajian untuk siraman terdiri dari berbagai macam sajian:
  • Tumpeng Robyong, nasi kuning dengan hiasan-hiasan.
  • Tumpeng Gundhul, nasi kuning tanpa hiasan.
  • Makanan seperti ayam, tahu, telur.
  • Buah-buahan seperti pisang dan lain-lain.
  • Kelapan muda.
  • Tujuh macam bubur.
  • Jajanan seperti kue manis, lemper, cendol.
  • Seekor ayam jago
  • Lampu lentera
  • Kembang Telon - tiga macam bunga (kenanga, melati, cempaka).
Keluarga dari calon pengantin wanita mengirim utusan untuk membawa air bunga ke keluarga dari calon pengantin laki-laki. Itu Banyu Suci Perwitosari, berarti air suci dan simbol dari intisari kehidupan. Air ini diletakan di rumah calon pengantin laki-laki.

Pelaksanaan Siraman
Calon Pengantin perempuan/laki-laki datang dari kamarnya dan bergabung dengan orangtuanya. Dia diantar ke tempat Siraman. Beberapa orang jalan di belakangnya dan membawa baki dengan kain batik, handuk, dan lain-lain. Dan ini akan digunakan setelah Siraman. Dia mendudukkan di kursi dan berdoa. Orang pertama yang menyiramkan air ke calon pengantin adalah ayah. Ibu boleh menyiramkan setalah ayah. Setelah mereka, orang lain boleh melakukan Siraman. Orang terakhir yang melakukan Siraman adalah Pemaes atau orang sepesial yang telah ditunjuk. Calon Pengantin perempuan/laki-laki duduk dengan kedua tangan di atas dada dengan posisi berdoa. Mereka menyiramkan air ke tangannya dan membersihkan mulutnya tiga kali. Kemudian mereka menyiramkan air ke atas kepala, wajah, telinga, leher, tangan dan kaki juga sebanyak tiga kali. Pemaes menggunakan tradisionil shampoo dan conditioner. Setelah Kendi itu kosong, Pemaes atau biasanya kedua orang tua calon pengantin kemudian memecahkan kendi ke lantai sambil berkata berkata: 'Wis Pecah Pamore' - berarti dia itu tampan (menjadi cantik dan siap untuk menikah).
  Makna Ritual yang terdapat pada Upacara adat Siraman
1.            Pecah Kendi
Kendi yang digunakan untuk siraman diambil. Ibu pengantin perempuan atau Pameas(untuk siraman pengantin pria) atau orang yang terakhir akan memecahkan kendi dan mengatakan: " Wis Pecah Pamore" - artinya sekarang sang pengantin sudah siap untuk menikah.
2.            Pangkas Rikmo lan Tanam Rikmo
Acara memotong sedikit rambut pengantin perempuan dan potongan rambut tersebut ditanam di rumah belakang.
3.            Upacara Ngerik
Setelah Siraman, pengantin duduk di kamar pengantin. Pemaes mengeringkan rambutnya dengan handuk dan menberi pewangi (ratus) di seluruh rambutnya. Dia mengikat rambut ke belakang dan mengeraskannya (gelung). Setelah itu Pemaes membersihkan wajahnya dan lehernya, dia siap untuk di dandani. Pemaes sangat behati-hati dalam merias pengantin. Dandanan itu tergantun dari bentuk perkawinan. Akhirnya, pengantin wanita memakai kebaya dan kain batik dengan motif Sidomukti atau Sidoasih. Itu adalah simbol dari kemakmuran hidup.
3.            Gendongan
Kedua orangtua pengantin perempuan menggendong anak mereka yang melambangkan ngentaske artinya mengentaskan seorang anak
4.            Dodol Dhawet
Kedua orangtua pengantin wanita berjualan minuman dawet yaitu minuman manis khas Solo, tujuannya agar banyak tamu yang datang.
5.            Temu Panggih
Penyerahan pisang sanggan berupa gedung ayu suruh ayu sebagai tebusan atau syarat untuk pengantin perempuan. Sebagai tanda agar kehidupan mendatang menjadi orang berguna dan tak kurang suatu apapun. Sebagai tanda melepaskan anak dengan penuh ikhlas.
6.            Acara tukar menukar kembang mayang diawali tukar menukar manuk cengkir gading, sebagai simbol agar kedua pengantin menjadi pasangan yang berguna bagi keluarga dan masyarakat.




















1 komentar:

  1. trimakasih,ini sangat bermanfaat bagi saya,................................!

    BalasHapus