Penggunaan
bahasa Jawa pada komunitas Samin
Desa Tanduran,
Kabupaten Blora adalah sebuah desa yang sebagian masyarakatnya masih beraliran
Samin. Walaupun sebagian penduduknya sudah berpaham Islam dan lebih modern,
namun masih banyak dari sebagian masyarakatnya yang berpaham Samin atau Sikep. Bahasa yang
dugunakan serta adat istiadat dan budaya masyarakat Samin berbeda dengan
masyarakat lainnya. Terutama bahasa yang digunakan.
Pembahasan ini akan mendeskripsikan data-data aktual
yang dapat diperoleh dari narasumber dan wawancara terhadap masyarakat Samin.
1.
Bahasa dan pandangan hidup
Pemakaian bahasa Jawa
Samin yang mencerminkan hubungan bahasa dengan pandangan hidup misalnya:
a.
Sahadat pengantin: “wit
jeng nabi, kula lanang damel kula rabi tata jeneng wedok pangaran ….., kukuh dhemen janji buk nikah mpun kula
lakeni.”
Artinya
: sejak nabi yang mulia, saya seorang laki-laki, pekerjaan saya
memperistri perempuan, mengatur perikehidupan perempuan yang bernama …... sudah
berjanji setia, sudah tidur bersama.”
b.
Ada ajaran: sajrone agama
ana rasa, rasa sejati sejatine rasa, rasa sejati awujud banyu.
Artinya : didalam agama ada rasa, rasa
yang memang benar rasa, dan rasa yang berwujud air.
c.
Istilah lain Agama Adam yaitu Agama Lanang. Sembahyang
merupakan akronim dari mesem karo
grayang-grayang di senthong.
2.
Bahasa dan cara memandang
kenyataan
Yang termasuk dalam konsep ini yaitu cara memandang
kenyataan terungkap seperti:
a.
sabar yaitu sabar
trokal yaitu tawakal.
Contoh
pengucapan : Sabare
dieling-eling, trokale dilakoni.
Artinya : Sabarnya diingat-ingat, tawakalnya dilakukan.
b.
Sandhangan yaitu raga atau hidup, salin sandhangan yaitu mati.
3. Bahasa dan struktur pemikiran
Berkaitan dengan konsep ini orang Samin menyatakan bahwa.
a.
Tidak mau membayar pajak, dengan alasan lemah-lemahe
dhewe kon bayar pajek, tetapi dimintai sumbangan.
4.
Bahasa dan perubahan dalam
masyarakat
Konsep ini
tercermin pada istilah yang sering disebutkan seperti:
(a) Nyamin, saminisme yaitu berbuat seperti orang Samin, paham
ajaran Samin.
(b) Pernikahan (kawin Samin, kawin tumpeng, kawin modin/pemerintah)
Variasi dialek komunitas Samin :
1.
Nayoh
Nayoh adalah salah satu kata yang digunakan
kmunitas samin yang tidak dietahui oleh masyarakat awam. Nayoh berarti mudah
atau gampang.
Contoh : “Poso
nek mok ora mangan ngombe ngono tok ya nayoh”
“Puasa kalau hanya tidak makan minum gitu aja ya gampang”
2.
Mbaleg
Variasi bahasa komunitas samin memang beragam.
Salah satunya kata mbaleg. Yang berarti pinter atau mahir.
Contoh : “Nek
mok ora mangan ae aku ya mbaleg.”
“Kalau hanya tidak makan saja aku ya mahir.”
3.
Jak’e
Salah satu variasi bahasa yang digunakan oleh
masyarakat komunitas samin yaitu jak’e. Kata ini diartikan sebagai kata tolong.
Contoh : “Jak’e
lungguhen kana ! “
“Tolong duduklah disana !”
4.
Thil
Thil adalah kata yang digunakan juga oleh
masyarakat komunitas samin. Thil diartikan sebagai ambil.
Contoh : “Jak’e Thil’na rokok kae le !”
“Tolong ambilkan rokok itu nak !”
5.
Sicok
Penggunaan kata sicok pada komunitas samin ini
menjadi ciri khas tersediri. Sicok berarti satu.
Contoh : “Jak’e
thil’na rokok sicok le !”
Tolong
ambilkan rokok satu nak !”
6.
fonetis “Eh”
Contoh :
mulEh = mulIh
putEh = putIh
7.
fonetis “Oh”
Contoh :
lunggOh =
lunggUh
rusOh = rusUh
8.
enklitik “mu”
Contoh :
Bapakem = Bapakmu
Seganem = segamu
9.
unsur leksikal khas
Contoh :
adang
akeh berarti punya hajat
rukun kula
berarti suami/istri
salin sandhangan berarti
mati
Variasi
penggunaan bahasa Jawa pada Komunitas Samin
Berdasarkan
uraian terhadap beberapa aspek kehidupan masyarakat Samin pada pembahasan sebelumnya, terlihat bahwa variasi kebahasaan yang khas dalam masyarakat Samin
dilatarbelakangi oleh kondisi sosial (budaya) yang khas pula. Munculnya
leksikon-leksikon relik dalam bahasa Jawa Samin membuktikan bahwa masyarakat
Samin hanya secara fisik terlihat hidup di tengah-tengah masyarakat Jawa namun
sebenarnya terpisah secara sosial-budaya. Kondisi sosial (budaya) yang berupa
tindakan, sikap hidup, dan tuturan yang dihasilkan ini hendaknya menjadi
perhatian pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan di wilayah tempat tinggal
komunitas Samin. Dengan pemahaman semacam ini diharapkan tidak ada lagi
kebijakan seperti pemaksaan anak-anak Samin menuntut ilmu di sekolah formal
yang mengakibatkan depresi dan rasa malu pada orangtua di komunitas Samin
karena merasa gagal mendidik anak.
Bahasa Samin atau Sikep Dalam hubungannya
dengan Kepercayaan
1. Samin : ”Agama iku gaman, Adam
pangucape, man gaman lanang.”
(agama adalah senjata, senjata orang laki-laki) Mengenai definisi agama, komunitas samin mempunyai pandangan berbeda dengan masyarakat Jawa pada umumya. Dalam hal ini orang Samin atau Sikep mengartikan agama bukan sebagai keyakinan atau kepercayaan, tetapi pengertian agama menurut mereka adalah man lanang (penis). Dengan demikian dapat dimengerti jika orang Samin mengatakan bahwa aktivitas sembahyang adalah melakukan hubungan seksual dengan istrinya.
(agama adalah senjata, senjata orang laki-laki) Mengenai definisi agama, komunitas samin mempunyai pandangan berbeda dengan masyarakat Jawa pada umumya. Dalam hal ini orang Samin atau Sikep mengartikan agama bukan sebagai keyakinan atau kepercayaan, tetapi pengertian agama menurut mereka adalah man lanang (penis). Dengan demikian dapat dimengerti jika orang Samin mengatakan bahwa aktivitas sembahyang adalah melakukan hubungan seksual dengan istrinya.
2. Aktifitas sholat oleh masyarakat Jawa dimaknai
sebagai tindakan menghadap Tuhan. Tetapi dimaknai lain oleh suku samin.
sholat → solah’é ilat (gerakan lidah).
Berdasarkan ungkapan ini mengacu pada pandangan hidup
masyarakat Samin yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Orang Samin berpendapat bahwa manusia yang baik adalah manusia yang
bisa menjaga lidahnya dari segala perkataan tidak jujur.
3. Masyarakat pada komunitas ini tidak menganut satu
agama saja, merka menganut semua agama yang ada di Indonesia. Islam, Kisten,
Katolik, Hindu, Budha semuanya dianggap benar. Jadi mereka menganut kelima
agama tersebut.
Islam
: Slamet
Kristen :
Tresna barang sing tenan
Katolik :
Merga duwe karep
Hindu :
Awit dadine rejo.
Budha :
lanang wadon gathuk dadi budi
4. Mereka tidak mengakui bahwa puasa itu dilakukan
selama 30 hari. Menurut mereka puasa itu harus selama hidup meeka dengan
pedoman “Aja jengris rei dapen kemeren
bedhag colong cukil jumput kao sakliya sepadane” menurut mereka puasa tidak
hanya dilakukan dengan tidak makan dan minum melainkan dengan tidak iri dengan orang
lain, dan tidak megambil barang milik orang lain.
Bahasa Samin atau Sikep Dalam Hubungannya antara manusia dengan manusia
Serta Kekerabatan
Percakapan 1.
Orang biasa : “ Nembe nyapu nggih bu?”
(lagi nyapu ya bu?)
Orang Samin : “ Wis roh lagi nyapu ngono kok takok.”
(Sudah tahu lagi nyapu kok nanya.)
Berdasarkan contoh percakapan diatas dapat dilihat
bahwa kata-kata dalam bahasa orang Samin atau
Sikep menimbulkan kesalahpahaman serta kesalahpengertian bagi orang
biasa yang sedang berbicara dengan orang Samin atau Sikep.
Percakapan 2
Orang Biasa : “Aku njaluk banyumu!”
(Aku minta airmu)
Orang Samin : “ Aku ora nduwe banyu, sing nduwe bumi.”
(Saya tidak punya
air, ini air milik alam.)
Berdasarkan
contoh percakapan diatas, dapat dilihat bahwa masyarakat pada komunitas Samin
mempunyai keyakinan bahwa manusia hanya dapat memanfaatkan sumber daya alamnya
saja, tetapi tidak dapat memilikinya.
Orang-orang Samin sendiri tidak senang dengan
sebutan Samin karena
dikonotasikan dengan hal-hal negatif sehingga orang Samin lebih senang menyebut
dirinya wong Sikep. Istilah
sikep juga dikaitkan dengan kata sikep rabi atau hubungan seks sebagaimana terlihat dalam”ngepyakké wiji
isiné manungsa sing sakbeneré” menebarkan
benih yang berisi manusia yang sebenarnya. Ungkapan ini tidak terlepas dari
kondisi sosial masyarakat Samin yang lekat dengan dunia pertanian sehingga
untuk menyatakan hubungan seks digunakan istilah ”menebarkan benih” sebagaimana
lazim terjadi pula didunia pertanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar